Senin, 25 Februari 2013

Bakteriologi 3 (MPN pada Air)


(MPN TOTAL DAN FECAL AIR)

Dalam metode MPN ( most Probable Number) untuk uji kualitas mikrobiologi air digunakan kelompok koliform sebagai indicator. Kelompok koliform mencakup bakteri yang bersifat aerob dan anaerob fakultatif, batang gram negative dan tidak membentuk spora. Koiform memfermentasi laktosa dengan pembentukan gas dan asam dalam waktu 48 jam pada suhu 35-370c. kelompok koliform dipilahkan menjadi koliform asal tinja dan bukan tinja (misal tanah). Koliform asal tinja mampu menghasilkan gas media laktosa dalam waktu 24 jam pada suhu 440C.
            Metode MPN merupakan uji deretan tabung yang menyuburkan pertumbuhan koliform sehingga diperoleh nilai untuk menduga jumlah koliform dalam sample yang diuji. Jumlah koliform ini bukan penghitungan yang tepat namun merupakan angka yang mendekati jumlah yang sebenarnya.
            Uji ini diawali dengan memasukkan 10 ml sample ke dalam medium lactosa broth. Uji awal ini disebut uji duga (presumtive test). Dalam uji ini setiap tabung yang menghasilkan gas dalam masa inkubasi diduga mengandung bakteri koliform. Uji dinyatakan positif bila terlihat gas dalam tabung durham.
Tabung yang memperlihatkan pembentukan gas diuji lebih lanjut dengan uji penegasan dan bila diperlukan dilakukan uji koliform asal tinja. Uji penegasan dilakukan untuk penegasan bahwa gas yang terbentuk disebabkan oleh kerjasama beberapa spesies sehingga menghasilkan gas.
Uji koliform asal tinja dilakukan bila ingin mengetahui bahwa kuman koliform yang diperoleh termasuk koliform asal tinja. Untuk uji penegasan digunakan medium Brilliant Green Bile Lactosa Broth (BGLB), yang diinokulasi dengan satu mata ose media yang memperlihatkan hasil positif pada uji duga. Kaldu BGLB diinkubasikan pada suhu 370C selama 48 jam.
            Untuk uji koliform asal tinja inokulasi dilakukan pada media BGLB yang diinkubasi pada suhu 440C selama 24 jam. Pembentukan gas dalam tabung menunjukkan hasil positif. Uji positif menghasilkan angka indeks, angka ini disesuaikan dengan table MPN untuk menentukan jumlah koliform dalam sampel. Bila diperlukan dapat dilakukan uji lengkap dengan menggunakan medium yang menunjukkan hasil positif pada uji penegasan.

 

Kamis, 01 November 2012

BAKTERIOLOGI

                                    BAKTERI UDARA PENYEBAB INFEKSI NOSOKOMIAL

                                                                              BAB I
                                                                      PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bakteri terdapat dimana-mana di dalam tanah, debu, udara, dalam air susu, maupun pada permukaan jaringan tubuh kita sendiri, di segala macam tempat serta lingkungan di muka bumi ini (Ratna, S.H, 1983). Ruang operasi merupakan ruangan yang berpotensi tinggi menyebabkan infeksi nosokomial di rumah sakit terutama infeksi luka operasi. Pengamatan yang telah dilakukan terhadap penderita bedah di Philadelphia menunjukan kejadian infeksi luka operasi sebesar 10,7%. Di tempat ini segala tindakan infasi bisa dilakukan terhadap tubuh. Untuk menjamin tindakan operasi berjalan dengan lancar dan meminimalisir faktor – faktor pengganggu maka perlu dilakukan pengendalian kamar operasi yang baik (Iffa,2007).
Pengendalian bakteri pada prinsipnya adalah mengandung unsur melakukan eliminasi agen dan reservoir, menghambat penularan infeksi, dan melindungi host dari infeksi. Ruang operasi yang kurang keaseptisannya akan berdampak pada infeksi luka operasi pada pasien yang bias diketahui setelah paska operasi (Sampurna,2007).
Dalam pertumbuhan mikroorganisme sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan antara lain suhu, kelembaban, pencahayaan, dan lain-lain sesuai dengan yang diatur oleh Kepmenkes No.1204/Menkes/SK/X/2004. Sterilisasi adalah setiap proses yang membunuh semua bentuk hidup terutama
mikroorganisme. Sterilisasi yang sering digunakan untuk ruangan adalah dengan sinar ulrafiolet.(Rasyid,2000; Chatim, 1994; Suparno, 2003)
Kuman yang ada di masyarakart dengan mikroorganisme yang ada dirumah sakit berbeda, karena mikroorganisme yang berada dirumah sakit lebih berbahaya dan lebih resisten terhadap obat dan antibiotik. Banyak kemungkinan infeksi nosokomial disebabkan oleh berbagai macam virus, termasuk virus hepatitis B dan C dengan media penularan dari transfusi, suntikan.
Pada kegiatan Jum’at bersih yang dilakukan di ruang operasi Rumas Sakit Roemani Semarang maka diruangan tersebut tidak diperbolehkan untuk melakukan kegiatan operasi karena tujuannya dilakukan kegiatan jumat bersih adalah untuk menyeterilkan ruangan tersebut dari bakteri-bakteri, jamur, infeksi nosokomial yang terdapat di dalam ruangan tersebut. Sedangkan kegiatan jumat bersih itu sendiri adalah kegiatan yang dilakukan setiap hari jumat untuk membersihkan atau menyeterilkan tiap tiap ruangan dari infeksi nosokomial yang sering terdapat pada rumah sakit.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan permasalahan apakah dapat ditemukan bakteri udara setelah dilakukan gerakan Jum’at bersih di ruang operasi Rumah Sakit Roemani Semarang.

C. Tujuan
Untuk identifikasi jenis bakteri udara yang terdapat pada ruang operasi rumah sakit Roemani Semarang setelah dilakukan gerakan Jumat bersih.

D. Manfaat
Diharapkan dari hasil penelitian ini tentang adanya bakteri non patogen yang mencemari ruang operasi sebagai bakteri yang umum pada udara.

                                                                          BAB II
                                                            TINJAUAN PUSTAKA

A. Jenis Bakteri Udara Pada Rumah Sakit
Udara tidak mengandung komponen nutrisi yang penting untuk bakteri, adanya bakteri udara kemungkinan terbawa oleh debu, tetesan uap air kering ataupun terhembus oleh tiupan angin.
Bakteri yang berasal dari udara biasanya akan menempel pada permukaan tanah, lantai, maupun ruangan. Bakteri yang berasal dari udara terutama yang mengakibatkan infeksi di rumah sakit misalnya Bacillus sp., Staphylococcus sp., Streptococcus sp., Pneumococcus, Coliform, virus hepatitis, Clostridium sp., ( Bibiana,1992).

B. Bakteri pada ruang operasi.
Ruang operasi merupakan tempat untuk melakukan tindakan atau serangkaian tindakan medik terhadap organ tubuh manusia. Tujuan dilaksanakannya suatu operasi adalah membuang seluruh atau sebagaian organ yang sakit kemudian memulihkan fungsi dari organ tersebut (Lumenta, 1998).
Kamar operasi merupakan ruangan tindakan atau serangkaian tindakan yang dilakukan atas tubuh organik (dengan tangan atau instrumen), dengan menolong objek atas lukanya, menyembuhkan, atau mencegah meluasnya penyakit. Salah satu upaya untuk menjaga mutu agar terhindar dari infeksi nosokomial adalah menjaga sanitasi rumah sakit sehingga menciptakan kondisi lingkungan rumah
sakit yang nyaman. Upaya pelayanan sanitasi lingkungan rumah sakit tersebut antara lain sterilisasi. Kamar operasi adalah salah satu ruangan yang berisiko untuk terjadi infeksi nosokomial (Ririn Arminsih W. Dewi Susana, Zakianis dan Ema Herawati).

C. Pengendalian Bakteri Udara
Pengendalian bakteri sangat esensial dan penting di dalam industri dan produksi pangan, obat-obatan, kosmetika dan lainnya. Alasan utama pengendalian organisme adalah : Mencegah penyebaran penyakit dan infeksi, membasmi mikroorganisme pada inang yang terinfeksi, dan mencegah pembusukan dan perusakan bahan oleh mikroorganisme.
Bakteri dapat dikendalikan dengan beberapa cara, dapat dengan diminimalisir, dihambat dan dibunuh dengan sarana atau proses fisika atau bahan kimia.
Ada beberapa cara untuk mengendalikan jumlah populasi bakteri, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Cleaning (kebersihan) dan Sanitasi
Cleaning dan Sanitasi sangat penting di dalam mengurangi jumlah populasi bakteri pada suatu ruang/tempat. Prinsip cleaning dan sanitasi adalah menciptakan lingkungan yang tidak dapat menyediakan sumber nutrisi bagi pertumbuhan mikroba sekaligus membunuh sebagian besar populasi mikroba.
2. Desinfeksi
Adalah proses pengaplikasian bahan kimia (desinfektans) terhadap peralatan, lantai, dinding atau lainnya untuk membunuh sel vegetatif mikrobial. Desinfeksi diaplikasikan pada benda dan hanya berguna untuk membunuh sel vegetatif saja, tidak mampu membunuh spora.
3. Antiseptis
Merupakan aplikasi senyawa kimia yang bersifat antiseptis terhadap tubuh untuk melawan infeksi atau mencegah pertumbuhan mikroorganisme dengan cara menghancurkan atau menghambat aktivitas mikroba.
4. Sterilisasi
Proses menghancurkan semua jenis kehidupan sehingga menjadi steril. Sterilisasi seringkali dilakukan dengan pengaplikasian udara panas.
5. Pengendalian Mikroba dengan Suhu Panas lainnya.
6. Pengendalian Mikroba dengan Radiasi.
7. Pengendalian Mikroba dengan Filtrasi.

D. Sterilisari Ruangan
Sterilisasi adalah proses (kimia atau fisika) yang digunakan untuk membunuh semua bentuk kehidupan mikroorganisme, untuk menghilangkan pencemaran oleh jasad renik baik hidup maupun mati (Jensen,1998).
Cara Sterilisasi dengan menggunakan metode fisika yaitu:
1. Pemanasan
Pemanasan merupakan metode sterilisasi yang paling praktis digunakan untuk kebanyakan benda. Sterilisasi dengan cara pemanasan dapat dibedakan menjadi 2 yaitu : Pemanasan Basah yaitu Pemanasan basah yang biasa dilakukan dengan menggunakan autoclave yang menggunakan uap panas dan tekanan 1 atm, atau dengan menggunakan pasteurisasi dengan suhu 65oC selama 30 menit.
Sedangkan Pemanasan Kering yaitu Pemanasan kering yang biasa dilakukan dengan cara sterilisasi denan udara panas/hot air sterilization.
2. Penyaringan
Penyaringan dilakukan untuk mensterilkan substansi yang peka terhadap panas, seperti serum, toksin kuman, dan ekstrak sel.
3. Radiasi Sinar Ultrafiolet
Radiasi sinar ultraviolet dapat merusak mikroorganisme menyebabkan kematian. Sinar ultraviolet bersifat letal karena diserap oleh asam nukleat sel.

E. Infeksi Nosokomial
1. Pengertian Infeksi Nosokomial
Infeksi nosokomial merupakan infeksi yang terjadi di dalam rumah sakit. Nosokomial berasal dari bahasa Yunani dari kata noso yang artinya penyakit dan komeo yang artinya merawat. Nosokomion berarti tempat untuk merawat atau rumah sakit. Jadi infeksi nosokomial dapat diartikan sebagai infeksi yang diperoleh atau terjadi di rumah sakit. Infeksi nosokomial dikenal pertama kali pada tahun 1847 oleh Semmelweis. Angka infeksi nosokomial yang tercatat di beberapa negara berkisar antara 3,3%-9,2%, artinya sekian persen penderita yang dirawat tertular infeksi nosokomial dan dapat terjadi secara akut ataupun kronik. Saat ini, angka kejadian infeksi nosokomial telah dijadikan patokan mutu pelayanan rumah sakit. Walaupun ilmu pengetahuan tentang mikrobiologi meningkat tetapi banyak orang yang mati karena infeksi nosokomial, hal ini disebabkan semakin meningkatnya pasien-pasien dengan penyakit yang bermacam-macam, bakteri yang resisten terhadap antibiotik, dan adanya jamur dimana-mana. Infeksi nosokomial dapat terjadi karena adanya infeksi yang disebabkan oleh kuman yang didapat dari bahan di lingkungan rumah sakit, dan penderita itu sendiri yang berada di rumah sakit.

2. Cara Penularani Infeksi Nosokomial
Cara penularan biasanya diakibatkan karena kontak langsung dengan penderita atau pasien yang ada pada rumah sakit.
Sumber infeksi dapat berupa :
a. Benda yang bernyawa, misalnya manusia atau binatang.
b. Benda tidak bernyawa, benda atau bahan yang terdapat dilingkungan kita dapat berupa debu, udara, dan benda-benda yang telah terkontaminasi.

3. Cara Pencegahan Terjadinya Infeksi Nosokomial
Cara pencegahan adanya infeksi nosokomial pada rumah sakit dengan cara penambahan antibiotik, nutrisi yang cukup, vaksinasi, pembersihan atau sterilisasi ruangan agar terhindar dari infeksi nosokmial.

Kamis, 11 Oktober 2012

BAKTERIOLOGI




pergerakan bakteri menggunakan preparat basah dengan metode tetes tegak

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sejarah Mikrobiologi
      Mikrobiologi ialah ilmu pengetahuan tentang perikehidupm mahluk-mahluk kecil yang hanya kelihatan dengan mikroskop (bahasa Yunani: mikros = kecil, bios = hidup, logos = kata atau ilmu). Mahluk-mahluk kecil itu disebut mikroorganisme, rnikroba, protista atau jasad renik (Dwijoseputro, 2005).
      Antony van Leeuwenhoek (1632--1723) ialah orang yang pertama kali mengetahui adanya dunia mikroorganisme itu. Dengan mikroskop ciptaannya ia dapat melihat bentuk mahluk - mahluk kecil yang sebelumnya itu tidak diduga sama sekali keadaannya, mikroskop buatan Leeuwenhoek itu memberikan pembesaran sampai 300 kali. Dari air hujan yang menggenang di kubangan - kubangan dan dari air jambangan bunga ia peroleh beraneka hewan bersel satu yang olehnya diberi nama Infusoria atau “hewan tuangan" (Dwijoseputro, 2005).
      Antara 1674 sampai 1683 ia terus-menerus mengadakan hubungan dengan lembaga "Roval Society" di Inggris. Ia melaporkan hal-hal yang diamatinya dengan mikroskop itu kepada lembaga tersebut. Laporan-laporan itu disertai dengan gambar-gambar mikroorganisme yang beraneka ragam. Di dalam sejarah mikrobiologi, Leeuwenhoek dapat dipandang sebagai peletak batu pertamanya (Dwijoseputro, 2005).

2.2 Hubungan Mikroorganisme Asli Dengan Manusia
      Pada umumnya mikroorganisme asli yang berada didalam tubuh manusia adalah bersifat komensalisme. Mereka memanfaatkan hubungan .dengan inangnya yaitu manusia tetapi inangnya tidak terpengaruh. Mikroba komensal ini memperoleh makanannya dari sekresi dan produk-produk buangan tubuh manusia (Umi, 2009).
        Ada beberapa jenis mikroorganisme asli yang mempunyai hubungan mutualisme dengan manusia sebagai inangnya yaitu mereka memanfaatkan inangnya dan hidup bersama-sama. Keuntungan bagi manusia sebagai inangnya di dalam hubungan mutualisme tersebut antara lain sebagai berikut.
-          Banyak bakteri usus yang dapat mensintesis vitamin-vitamin B, vitamin E, dan vitamin K Vitamin yang dihasilkan mempunyai peranan dalam memenuhi persyaratan vitamin pada manusia.
-          Mikroorganisme asli ada yang cenderung meniadakan mikroorganisme patogen sehingga dapat berfungsi melindungi manusia terhadap penyakit Peniadaan tersebut kemungkinan disebabkan oleh persaingan akan nutrisi atau karena dihasilkan substansi yang menghambat mikroba Patogen tersebut ( Umi, 2009).

2.3 Mikroskop
      Salah satu alat untuk melihat sel mikroorganisme adalah mikroskop cahaya. Dengan mikroskop kita dapat mengamati sel bakteri yang tidak dapat dilihat dengan mata telanjang. Pada umumnya mata tidak mampu membedakan benda dengan diameter lebih kecil dari 0,1 mm (Anonim, 2011).

2.4 Pengenalan Media
      Pembiakan adalah proses perbanyakan organisme melalui penyediaan kondisi lingkungan yang sesuai. Mikroorganisme yang sedang tumbuh membuat replika dirinya, membutuhkan adanya elemen-elemen dalam komposisi kimia mereka. Nutrisi harus menyediakan elemen ini dalam bentuk yang mudah di metabolisme (Jawetz, 2001).
      Demikian pula dengan media sebagai tempat berkembang biakan bekteri, karena media merupakan salah satu bahan yang terdiri dari campuran nutrisi zat makanan yang dipakai untuk menumbuhkan mikroba (Anonim, 2007).
      Kebanyakan berat kering dari mikroorganisme adalah bahan-bahan organik yang mengandung elemen-elemen karbon, hidrogen, nitrogen, oksigen, phospor dan belerang (Jawetz, 2001).
      disamping itu, ion-ion anorganik seperti potasium, sodium, besi, magnesium, kalsium dan klorida dibutuhkan untuk memfasilitasi katalis enzim dan mempertahankan Gradien kimia yang melalui membran sel (Jawetz, 2001).
      Oleh karena itu adapun syarat-syarat untuk media yang baik adalah media harus mengandung semua nutrisi yang mudah digunakan bakteri, Media tidak mengandung zat-zat penghambat serta media harus steril (Anonim, 2007).
        Klasifikasi media berasarkan fungsinya yaitu;
1)    Enriched media, adalah sejumlah media umum yang kemudian ditambahkan dengan darah, serum, ekstrak tumbuh-tumbuhan atau kaldu yang mampu memacu pertumbuhan bakteri patogen.
2)    Media selektif, yaitu media yang menggunakan bahan-bahan kimia yang bersifat memacu pertumbuhan bakteri yang diinginkan.
3)    Media diferensial yaitu media yang ditambahkan zat-zat kimia tertentu yang menyebabkan suatu mikroorganisme membentuk perubahan tertentu, sehingga dapat membedakan tipe mikrooraganisme.
4)    Media Penguji, yaitu media dengan susunan tertentu yang digunakan untuk pengujian antibiotika, asam amino dan vitamin.
5)    Media Khusus yaitu media untuk menentukan tipe pertumbuhan mikroorganisme dan kemampuannya untuk mengadakam perubahan-perubahan tertentu.
6)    Media untuk bakteri Anaerob yaitu beberapa bahan kimia dapat ditambahkan untuk menguji kandungan O2 dengan pengikatan kimiawi (Anonim, 2007).
  Berbagai jenis ose yang dikenal serta penggunaannya disesuaikan dengan mikroorganisme yang akan diteliti, baik dalam hal pemindahan maupun pemilihan dari suatu koloni (Hadioetomo, 1993).
  Teknik plating dan ose merupakan satu kesatuan sehingga keduanya memiliki keterkaitan satu sama lainnya (karena teknik plating dilakukan dengan menggunakan ose) (Hadioetomo, 1993).

2.5 Sediaan (Smear = Preparat)
        a. Pengertian
      Sediaan, yaitu sampel/ kultur bakteriyang diletakkan atau dipulaskan pada permukaan objek gelas/ slide, yang dapat langsung dilihat dengan mikroskop atau harus dicat dahulu (Soemarno, 2000).
        b. Jenis-ienis sediaan dan pembuatannya.
       Ada 2 jenis sediaan, yaitu sediaan hidup dan sediaan mati. Sediaan hidup ada yang dicat dan tidak dicat, sedangkan sediaan matipada umumnya harus dicat (Soemarno, 2000).
        1. Sediaan hidup tidak dicat:
       Di dalam sediaan ini mikroorganisme yang ada masih hidup dan apabila bergerak dapat kelihatan bergerak. Sediaan hidup dapat dibuat dengan 3 cara:
a. Tetesan tegak
-          Disiapkan objek glass/ slide yang bersih dan bebas lemak
-          Ose disterilkan dengan memijarkan menggunakan lampu spritus, ditunggu sampai kira-kira dingin.
-          Dengan ose yang sudah dingin diambil sampel/ kultur bakteri, 1 ose penuh (diameter 3 mm). Diletakkan ditengah-tengah objek glass tersebut diatas.
-          Ose disteril lagi, kemudian ditaruh ditempatnya.
-          Sediaan siap dilihat dengan mikroskop menggunakan perbesaran 10 x (lensa okuler) dan 40 x (lensa objektif).
Jika telah selesai dilihat, sediaan dimasukkan kedalam cairan desinfektan (Soemarno, 2000).
b. Tetesan tegak dengan kaca penutup
        Cara pembuatannya sama dengan tetesan tegak, hanya sebelum dilihat dengan mikroskop, ditutup dahulu dengan deckglass / kaca penutup, kemudian sedikit ditekan (Soemarno, 2000).
c. Tetes gantung
-          Ose dipijarkan, tunggu sampai dingin.
-          Dengan ose diambil 1 ose penuh sampel kuftur bakteri cair.
-          Letakkan ditengah-tengah deck glass/ cover glass yartg bersih bebas lemak.
-          Ose diipijarkan lagi dan diletakkan ditempatnya.
-          Objek glass cekung yang bersih, tepi cekungan diolesi vaseline, ditutupkan deckg lass yang sudah ada tetesan sampel/ kultur bakteri cair, sehingga tetesan itu terletrak di tengah-tengah cekungan.
-          Obiek glass sedikit ditekan, kemudian dibalik dengan cepat. Tetesan menggantung ditengah-tengah deckglass diatas cekungan deck glass.
-          Sediaan siap dilihat dengan mikroskop menggunakan objektif 10 x dahulu kemudian 40 x (Soemarno, 2000).
      2. Sediaan hidup dengan dicat
      Biasanya untuk pemeriksaan protozoa (amoeba, flagellata, cilliata), organisme didalam sediaan ini masih hidup dan berwama seluruh tubuhnya atau sebagian atau bagian-bagian tubuhnya (Soemarno, 2000).

      3. Sediaan mati dicat
      Sediaan ini dibuat dari bahan cair/ padat yang lebih dahulu dibuat suspensi dengan air garam fisiologis (NaCl 0,85 - 0,9 %). Untuk dapat dilihat dengan mikroskop, sediaan ini harus dicat (Soemarno, 2000).

2.6 FIKSATIF
      Adalah suatu cara yang dilakukan untuk meletakkan sampel pada kaca objek, sehingga tidak mudah lepas pada waktu dicuci apabila sediaan dicat (Soemarno, 2000).
Fungsi fiksatif:
-          Melekatkan sampel (bakteri atau sel) pada kaca objek dalam benfuk yang tetap, tidak berubah seperti aslinya.
-          Mengawetkan sediaan.
-          Mematikan organisme yang ada didalam sampel.
-          Memudahkan bakteri/ sel menyerap warna.
Metode fiksatif:
a)    Dengan api bunsen/ spritus:
Sediaan yang sudah kering dilewatkan perlahan-lahan pada nyala api spritus 3 kali berturut-turut.
b)    Dengan basa lemah:
Methyl alkohol, acetyl alkohol, alkohol absolut, ether, formalin, aceton. Caranya: sediaan yang sudah kering digenangi dengan salah satu basa lemah tersebut diatas selama 3 menit.
c)     Asam:
Asam kromat (chromat) 1%, asam pikrat, asam cuka, caranya seperti no. 2
d)    Garam:
Garam bichromat, sublimat, dsb. Caranya seperti no.2. Pemilihan metode fiksatif dan cat yang tepat, akan menghasilkan pengecatan yang baik dan benar (Soemarno, 2000).
BAB III
METODE KERJA

3.1 Alat
-          Mikroskop
-          Objek glass
-          Cover glass
-          Cawan petri
-          Pipet tetes
-          Botol kaca
-          Lampu Bunsen

3.2 Bahan
-          NaCl steril
-          Suspensi Bakteri Gram Positif (+)
-          Tissue
-          Masker
-          Handscoon

3.3 Cara Kerja
  Tetesan tegak
-          Disiapkan objek glass/ slide yang bersih dan bebas lemak
-          Diberi 1 tetes NaCl steril ditengah-tengah object glass
-          Disterilkan ose dengan memijarkan menggunakan lampu spritus, ditunggu sampai kira-kira dingin.
-          Diambil sampel/ kultur bakteri dengan ose yang sudah dingin, 1 ose penuh (diameter 3 mm). Mengambil bakteri harus membelakangi lampu bunsen.
-          Diletakkan ditengah-tengah objek glass tersebut .
-          Dihomogenkan bersama dengan NaCl steril menggunakan ose
-          Disterilkan lagi jarum ose, kemudian ditaruh ditempatnya.
-          Dilihat sediaan dengan mikroskop menggunakan perbesaran 10 x (lensa okuler) dan 40 x (lensa objektif).
-          Dimasukkan sediaan  kedalam cairan desinfektan jika telah selesai dilihat.

3.3 Interprestasi Hasil
  Gambar 3.1 Bakteri hidup bergerak aktif

 Gambar 3.2 Bakteri tidak hidup atau mati



BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

Gambar 4.1 Cawan Petri berisi Blood Agar dan suspensi bakteri
       

Gambar 4.2 Gerak Bakteri Bakteri bergerak aktif dengan perbesaran 40x

Gambar 4.3 Bakteri Tidak Bergerak Karena Bakteri telah matiperbesaran 40x
                                    
 



4.2. Pembahasan
       Praktikum kali ini digunakan untuk mengamati gerak pada bakteri. Dalam praktikum ini digunakan metode “tetesan tegak”. Metode ini bertujuan untuk mengamati gerak bakteri secara bebas.  
      Sediaan hidup tegak tanpa atau dengan kaca tutup digunakan untuk melihat gerak bakteri, sedimen urin, agglutinate, bile solubility test, dsb. Sediaan hidup tetesan tegak dengan kaca tutup lebih baik daripada yang tanpa tutup, karena bahan yang diperiksa tidak lekas kering, tidak terpengaruh aliran udara luar, mempunyai ketebalan yang sama, tidak mengotori objektif (Anonim, 2011)
      Dalam praktikum ini, pada pemindahan bakteri ke kaca preparat harus selalu dekat dengan lampu bunsen untuk menghindari bakteri yang keluar dari wadah, dan tidak terhirup oleh praktikan. Pemijaran atau fiksasi jarum ose harus selalu dilakukan agar pada saat pembuatan media sediaan bakteri yang diinginkan tidak terkontaminasi dengan bakteri lain dari luar (Anonim, 2011)
      Sediaan bakteri hidup dapat dilihat apabila dilakukan kultur atau pembuatan sediaan dilakukan dengan benar dan menghasilkan mikroorganisme bakteri tetap hidup ketika diperiksa, apabila kultur atau pembuatan sediaan bakteri salah maka bakteri akan mati ketika diperiksa (Anonim, 2009).
      Penanaman bakteri atau biasa disebut juga inokulasi. Inokulasi adalah pekerjaan memindahkan bakteri dari medium yang lama ke medium yang baru dengan tingkat ketelitian yang sangat  tinggi.  Untuk melakukan penanaman bakteri (inokulasi) terlebih dahulu diusakan agar semua alat yang ada dalam hubungannya dengan medium agar tetap steril, hal ini agar menghindari terjadinya kontaminasi (Jawetz, 1982)
      Ada beberapa tahap yang harus dilakukan sebelum melakukan teknik penanaman bakteri (inokulasi) yaitu :
        1. Menyiapkan ruangan
      Ruang tempat penanaman bakteri harus bersih dan keadannya harus steril agar tidak terjadi kesalahan dalam pengamatan atau percobaaan. Dalam laboratorium pembuataan serum vaksin dan sebagainya. Inokulasi dapat dilakukan dalam sebuah kotak kaca (encast) udara yang lewat dalam kotak tersebut dilewatkan saringan melalui suatu jalan agar tekena sinar ultraviolet.
        2. Pemindahan dengan dengan pipet
      Cara ini dilakukan dalam penyelidikan air minum atau pada penyelidikan untuk diambil 1 ml contoh yang akan diencerkan oleh air sebanyak 99 ml murni.
        3. Pemindahan dengan kawat inokulasi
      Ujung kawat inokulasi sebaliknya dari platina atau nikel. Ujungnya boleh lurus juga boleh berupa kolongan yang diametrnya 1-3 mm. Dalam melakukan penanaman bakteri kawat ini terlebih dahulu dipijarkan sedangkan sisanya tungkai cukup dilewatkan nyala api saja setelah dingin kembali kawat itu disentuhkan lagi dalam nyala (Jawetz, 1982)

      Dalam praktikum ini, sel bakteri yang diletakkan diatas NaCl steril di atas preparat sediaan “tetesan tegak” akan membentuk sistem koloid. Partikel NaCl kemudian bertumbukan dengan molekul koloid, yang gerakannya adalah gerakan lenting sempurna. Tetapi karena ukuran bakteri lebih besar dari molekul NaCl, maka gerakannya lambat (Anonim, 2011).
      Gerak bakteri pada bakteri yang bersifat motil diakibatkan oleh adanya struktur atau organ sel bakteri yang berbentuk benang yang disebut flagella. Karena flagella pada bakteri berfungsi untuk bergerak. Flagella berbentuk panjang dan ramping (Anonim, 2011).
      Pada umumnya memiliki panjang sekitar 12 sampai 30 nm. Flagella dapat dilihat pada mikroskop cahaya jika ditambah dengan substansi khusus yaitu mordan yang merupakan substansi yang dapat mempertajam pengamatan yang berfungsi untuk membesarkan garis lengan flagella, setelah itu pada sediaan digunakan suatu zat pewarna sehingga flagella dapat terlihat (Anonim, 2011).
      Banyak spesies bakteri yang bergerak menggunakan flagel. Hampir semua bakteri yang berbentuk lengkung dan sebagian yang berbentuk batang ditemukan adanya flagel. Sedangkan bakteri kokus jarang sekali memiliki flagel. Ukuran flagel bakteri sangat kecil, tebalnya 0,02 – 0,1 mikro, dan panjangnya melebihi panjang sel bakteri (Anonim, 2007).
      Dari hasil pengamatan dalam praktikum ini, dari suspensi bakteri yang diamati memiliki kemampuan bergerak. Dari pengamatan bentuk bakteri diketahui bahwa bakteri yang diamati adalah berbentuk coccus. Dari hasil pengamatan tersebut, diketahui bahwa bakteri yang diamati bergerak bebas. Namun demikian, dalam praktikum ini tidak dilakukan pengamatan alat gerak bakteri. Kemampuan suatu organisme untuk bergerak sendiri disebut motilitas (daya gerak). Hampir semua sel bakteri spiral dan sebagian dari sel bakteri basil bersifat motil, sedangkan bakteri yang berbentuk kokus bersifat tidak bergerak (immotil) (Anonim, 2007).
      Pergerakan bakteri yang diamati berbeda dengan ‘gerak’ pada bakteri yang bersifat immotil/tidak bergerak. Pergerakan pada bakteri yang bersifat motil menunjukkan pergerakan yang lebih kompleks, menuju ke arah tertentu (bukan gerak brown) sedangkan ‘gerak’ pada bakteri yang bersifat tidak motil adalah gerak maju mundur secara zig-zag yang disebut dengan gerak brown (Anonim, 2007).
      Gerak brown terjadi karena adanya benturan dengan molekul air yang bergerak dengan arah zig-zag, gerakan ini disebabkan adanya tumbukan antara molekul-molekul pelarut dengan molekul koloid. Tumbukan yang terjadi adalah lenting sempurna, artinya tenaga kinetik molekul pelarut dan partikel koloid sama tapi karena partikel koloid lebih besar maka gerakannya lebih lambat jika dibandingkan dengan molekul pelarut (Anonim, 2007).
      Pada praktikum kali ini, bakteri yang dilihat dengan mikroskop adalah bakteri yang berbentuk coccus sehingga gerak bakteri yang dilihat bergerak zig-zag sehingga disebut gerak brown, karena bakteri coccus memiliki flagel yang sangat kecil (Anonim, 2007).


BAB V

 
 
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2007. Petunjuk Praktikum Mikrobiologi. Mataram: Universitas Mataram Press.
Anonim, 2011. Petunjuk Praktikum Mikrobiologi. Samarinda: STIKES Wiyata Husada Samarinda.
Anonim, 2009. http://id.wikipedia.org/wiki/Mikroskop_elektronTeknik_ pembuatan_preparat_yang_digunakan_pada_mikroskop_elektron. Diakses tanggal 15 Juni 2011
Dwidjoseputro, D. 1989. Dasar-Dasar  Mikrobiologi. Malang: Djambatan.
Hadiotomo, Ratna Siri., 1993. Mikrobiologi Dasar Dalam Praktek. Jakarta: Gramedia.
Jawetz E., Melnick J.L., Adelberg E.A., 1982. Mikrobiologi untuk profesi kesehatan. Jakarta: EGC Press.
Jawetz E., Melnick J.L., Alderberg E.A., 2001. Mikrobiologi kedokteran. Surabaya: Airlangga University Press.
Soemarno. 2000. Isolasi dan Identifikasi Bakteri Klinik. Yogyakarta:  Akademi Analis Kesehatan Yogyakarta DEPKES RI.